Allah itu indah dan menyukai keindahan, yang tercakup dalam Kaligrafi itu bukan hanya manual tulisan Arab saja, tapi disana sudah tercantum ornament dan hiasan-hiasannya. Jika kita lihat keNegara-negara yang ada diTimur tengah rata-rata masjid yang ada disana menggunakan kaligrafi yang bertuliskan Ayat-ayat Allah dan Hadits-hadits Nabi.

JALAN JALAN DIRIMBA SENI


 JALAN JALAN DIRIMBA SENI
* Oleh : Ardianto

Manusia lahir kedunia dalam keadaan suci, begitulah yang selama ini kita yakini. D balik kelahiran yang suci itu, kita juga meyakini bahwa sang pencipta tidak pernah alpa untuk membekali insane yang lahir itu dengan bakat-bakat tertentu. Kontemplasi tentang nikai yang ditata melalui intelektual yang mengajarkan kebenaran, etika-moral, estetika-keindahan, dan keimanan merupakan tatanan sosio cultural yang kental dengan kehidupan manusia melalui kontemplasi positif mestinya. Sebab manusia diberi oleh ALLAH S.W.T akal sehat, dalam Al-qur'an S. Al-Isra : 70 dikatakan : Kami muliakan anaka-anak Adam. Kami ibahkan mereka dari kebanyakan makhluk yang kami ciptakan, dengan kelebihan yang sempurna. ini berarti bahwa manusia yang diberi akal sehat agar bisa menjadi kreatif.

Seni adalah salah satu dari sejumlah kegiatan manusia yang dekat dengan alam kreatifitas. Memang bakat yang dibawa sejak lahir dapat menjadi modal untuk memacu kreatifitas. Tetapi itu saja tidak cukup. proses kreatifitas hanya dapat tumbh dan berkembang pada diri mereka yang selalu merasa tidak puas dengan apa yang telah dilakukan dan diperolehnya.

Proses pencarian itu akan menggiring para seniman mampu menangkap berbagai makna yang hadir di balik tirai relasi-relasi itu. Dari situlah seniman mengungkapkan makna yang ditemukan untuk kemudian diekspresikannya dalam berbagai bentuk karya.  Seniman yang berhenti dalam pengembaraan pencarian itu akan mengalami kelumpuhan daya kreatifitasnya dan karyanya pun tidak akan memunculkan sesuatu yang memiliki pemaknaan yang lebih baru.

Hari ini kita menyaksikan calon seniman muslim  dari seluruk penjuru nusantara, berdatangan ke Sukabumi. Ada Apa Dengan Sukabumi? konon kabarnya di Sukabumi ada pesantren kaligrafi Al-qur'an. Mereka nantinya akan menmba ilmu, dari alif sampai ya dari naskhi sampai kufi dari naskah singga dekorasi dari Sabang sampai merauke berjajar pulau-pulau itulah.............................

Hijrah atau merantau bagi manusia merupakan rangkaian proses pengembaraan panjang untuk mencari dan menemukan makna kehidupan. Aktifitas merantau bukanlah main-main dan bukan pula yang dapat dilakukan secara emteng-enteng saja. Berbagai kemudahan dan kesulitan pasti siap menghadang, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Apakah dalam perjalanan menelusuri rimba-rimba seni anada akan menemukan harimau yang siap menerkam ? atau buah-buahan yang enak dimakn? atau anda akan menemukan air  dikala kehausan? inilah rintangan yang akan dihadapi selama jalan-jalan di rimba seni.
apakah anda akan berhasil keluar dengan selamat dan sukses ?
Wallahualam.

Daftar Pustaka
Katalog Pameran "perspektif lima rupa" Jogja 2001
Nursantara, yayat. Kesenian SMA. Erlangga 2002

*disampaikan pada Muhadharah Sabtu, 26 agustus 2006







Kaedah Penulisan Kaligrafi


Kaedah Penulisan Kaligrafi
Penulisan kaligrafi Alquran terikat oleh aturan-aturan tertentu atau kaedah baku. Yang dimaksud kaedah baku di sini adalah ketentuan-ketentuan yang mengarahkan penulis dalam berusaha menyelenggarakan penyampaian pengertian melalui tulisan, agar supaya mencapai efektivitas yang optimal baik dilihat dari segi keindahan maupun keterbacaannya.  Kedua segi ini (keterbacaan dan keindahan selalu dikontrol dengan kaidah imla’iyah dan kaedah khattiyah.
1.   Kaidah Imla’iyah
Kaidah imla’iyah adalah tatacara menulis huruf Arab yang betul, tekanannya adalah untuk menjaga, supaya tulisan dalam posisinya yang tepat sesuai dengan makna-makna yang dikandungnya.Dalam penulisan sin, misalnya, dibutuhkan tidak kurang dan tidak lebih dari tiga gigi atau nibrah. Suatu kesalahan fatal, bahkan mencapai ekses dosa, misalnya, jika tertulis rajim pada kalimat yang seharusnya ditulis rahim dalam Bismillah al-rahman al-rahim. Sebaliknya, akibat kealpaan menorehkan titik, kata rajim pada ta’awwudz tertulis rahim 2. Kaedah Khattiyah
Kaedah khattiyah adalah tatacara penulisan indah sesuai rumus-rumus menurut ketetapan-ketetapan yang berlaku pada jenis-jenis khat.22  Hal ini sangat berkaitan dengan pengertian khat atau kaligrafi itu sendiri seperti yang telah dikemukakan Syekh Syamsuddin Al-Akfani – pada pengertian kaligrafi. Di sini ditekankan pada kesempurnaan anatomi huruf, tata letak atau lay out, struktur atau komposisi garis dan ruang, etika penulisan dan pengolahan abjad.
Rumus-rumus ini – khususnya dalam penulisan gaya cursif – pertama kali diciptakan dan dipopulerkan oleh Abu Ali Al-Sadr Muhammad Ibnu al-Hasan Ibnu Muqlah – lebih dikenal dengan nama Ibnu Muqlah – (272-324 H) seorang ahli dibidang ilmu ukur (geomaetris) dan menduduki jabatan Perdana Menteri di zaman pemerintahan Abbasiyah. Dalam rumusannya, ada tiga unsur kesatuan baku dalam pembuatan huruf, yaitu: titik belah ketupat, huruf alif, dan lingkaran.

Pengertian Kaligrafi


Pengertian Kaligrafi
 
Secara etimologi, kata kaligrafi merupakan penyederhanaan dari calligraphy. Sebuah kata dalam bahasa Inggris yang berasal dari dua suku kata latin, yaitu calios yang berarti indah dan graph yang berarti tulisan. Jadi kaligrafi adalah tulisan yang indah, atau aksara yang sudah dibentuk dan dimasuki unsur keindahan. Dalam bahasa Arab disebut khat.1 Sementara itu, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kaligrafi berarti seni menulis indah dengan pena.2
Secara terminologi, lahir beberapa pengertian yang agak berbeda dari masing-masing pakar kaligrafi, tergantung sudut pandang mereka. Yaqut Al-Musta’shimi – kaligrafer kenamaan Turki Utsmani – memandangnya dari sisi keindahan rasa yang dikandungnya, sehingga ia mendefinisikannya sebagai “seni arsitektur rohani, yang lahir melalui perabot kebendaan.”3 Dalam ungkapan yang berbeda, Ubaidillah ibn Abbas mengistilahkan kaligrafi dengan “lisan al-yadd”

Pertumbuhan dan Perkembangan Kaligrafi Arab


Pertumbuhan dan Perkembangan Kaligrafi Arab


Huruf-huruf yang lazim digunakan – menulis naskah-naskah, visualisasi ide – di berbagai negara sekarang ini, seperti huruf Latin, India, Tiongkok dan lain-lain pada mulanya merupakan tanda-tanda yang sangat sederhana, yang telah ditemukan, disepakati dan digunakan generasi yang paling tua. Kemudian oleh generasi berikutnya disempurnakan dengan proses penambahan dan pengurangan sesuai kebutuhan hingga terwujud bentuk tulisan seperti yang terlihat sekarang. Demikian pula tulisan Arab – yang sekarang kerap disebut kaligrafi Al-Qur’an.
Berdasarkan bukti-bukti nyata arkeologi, tulisan Arab berasal dari tulisan Mesir kuno yang dikenal dengan hieroglyph. Tulisan ini mengalami proses yang sangat panjang hingga mencapai kesempurnaan dan puncak keindahaannya seperti yang kita saksikan sekarang.8  Dari tulisan Mesir kuno, suku Finiqi (Phunicia) – suku yang mendiami lingkungan pegunungan Libanon – menciptakan tulisan yang disebut khat Finiqi (sesuai dengan nama sukunya) kemudian bercabang menjadi dua bentuk tulisan, yaitu Arami (tulisan yang digunakan suku Syam Kuno yang mendiami palestina, Syam dan Iraq) dan Musnad (digunakan oleh suku Hunain di Yaman). Dari khat Arami lahir tulisan Nabati di Hirah dan Satranjili Suryani di Iraq. Sementara dari khat Musnad lahir khat-khat seperti: Safawi, Samudi, dan Lihyani di Arabia Utara, dan Humeiri di Arabia Selatan. Khat Nabati yang berkembang di Hirah – dianggap sebagai cikal bakal khat Naskhi, sedangkan khat Satranjili akhirnya melahirkan khat Kufi yang sebelum Islam disebut Hieri.
Pendapat yang paling dipercaya, dan disepakati banyak kalangan seperti yang dikatakan Kamil Al-Baba, adalah bahwa orang-orang Arab telah mengambil (mengadopsi) tulisan mereka dari suku Nabati, ras Arab yang menempati wilayah utara jazirah Arabia di negeri Yordan dengan ibu kota Puetra. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya inskripsi di Ummul Jimal, Nammarah Huran Syiria, di dekat sungai Efrat Aleppo dan di pegunungan Druzze – yang dulu termasuk wilayah kerajaan Nabati.10
Inskripsi Ummul Jimal (tertanggal 250 dan 271 M) ditulis dengan bahasa Nabati Arabi, inskripsi Nammarah (328 M) ditulis dengan khat Nabati Mutakhir (tulisan yang selanjutnya berkembang menjadi bentuk kaligrafi Arab awal), inskripsi Zabad (dekat Aleppo tahun 511-512 M) ditulis dengan tiga bahasa: Yunani, Suryani, dan Nabati Mutakhir (Arab Kuno) dan inskripsi Huron (568-569 M) ditulis dengan bahasa Greek dan Arab, tulisan yang digunakan mendekati khat Naskhi.11
Dari tulisan/khat Nabati Mutakhir bermunculan ragam nama tulisan – yang masing-masing dinisbahkan kepada nama-nama daerah di mana tulisan dipergunakan – seperti: Khat Hieri (di kota Hirah), Anbari (di Anbar), Makki (di Mekkah), dan Madani (di Madinah). Dua yang terakhir kerap disebut Hijazi, karena berada di Hijaz. Nama-nama tersebut sama sekali tidak menunjuk  kepada bentuk  atau corak  sendiri-sendiri  yang  independen,  tetapi  semuanya  mirip dan
berpangkal pada Nabati Mutakhir.
Dari sekian banyak ragam tulisan, jika disimpulkan hanya terdiri dari dua bentuk pokok, pertama, Mabsuth wa Mustaqim (bersudut-sudut, kaku dan lurus kejur), yang termasuk ke dalam jenis tulisan ini adalah khat Kufi, dan kedua, Muqawwar wa Mudawwar, hurufnya elastis dan cenderung lengkung dan bundar, yang termasuk ke dalam jenis ini adalah Naskhi, Tsulust Raihani, Riq’ah dan beberapa tulisan lain di luar Kufi.
Perkembangan kaligrafi Arab lebih lanjut yang bahkan menunjukkan kemajuan yang sangat kontras dengan masa sebelumnya – berawal sejak datangnya Islam. Hal ini disebabkan adanya pengaruh kuat Al-Qur’an yang mengisyaratkan perlunya – bahkan – wajibnya belajar membaca dan menulis, di samping suatu kebutuhan untuk merekam Al-Qur’an yang diturunkan dalam bahasa Arab.
Pada masa awal Islam, jenis tulisan yang dominan adalah Kufi yang tergolong dalam bentuk mabsuth. Peranannya cukup sentral dalam berbagai aktivitas masyarakat Arab, terutama untuk penulisan Al-Qur’an, catatan perdagangan, surat-menyurat, dan bentuk dokumentasi lain. Hal demikian berlanjut terus sampai pada saat poal-pola mabsuth yang kaku telah menjenuhkan, selanjutnya bentuk medawwar yang lebih elastis dan fleksibel mulai ditoleh. Sejak itu, Dominasi Kufi tergeser dan bermunculanlah gaya-gaya baru yang dikreasikan para kaligrafer pembaharu.
Salah satunya adalah Qutbah Al-Muharrir, seorang kaligrafer Bani Umayyah (661-750 M). Ia berhasil menciptakan lima model tulisan, yaitu: Thumar, Jalil, Nisf, Tsulust, dan Tsulustain. Sayangnya, data-data secara lengkap seputar kaligrafi Arab pada masa ini tidak terungkap lengkap secara total, sebab penguasa penggantinya, Bani Abbasiah menghancurkan peninggalan-peninggalan atas pertimbangan politis.
Bertolak belakang dengan kondisi ini, pada masa Bani Abbasiyah (750-1258 M) perkembangan tulis-menulis terlacak dan rupa-rupa inovasi dapat dikenali. Al-Ahwal Al-Muharrir menemukan enam tulisan pokok (Al-Aqlam Al-sittah), yaitu: Tsulust, Naskhi, Muhaqqaq, Rohyani, Riq’ah, dan Tauqi. Dari sini, lalu muncul derivasi-derivasi lain, seperti: Ghubar, Riyasi, Nisf, Majmu’, Lu’lui, Asyar, Khafif, Tsulust, dan lain-lain
Sementara Ibnu Muqlah (272-328 H) menemukan kaidah-kaidah penulisan huruf berdasarkan geometrik dan disebut sebagai tulisan yang berstandar (al-Khat al-Mansub). Disempurnakan kemudian oleh muridnya, Ibnu Al-Bawwab (w. 1022 M), dan Yaqut al-Musta’shimi (w. 1298 M).  Sedangkan raja-raja Aghlabid (800-909 M) yang membangun dinasti Islam di Barat (mencakup  bagian   barat  Arab,  Mesir,  dan  Andalusia)   juga   mengembangkan pelbagai jenis tulisan. Kufi menjadi Kufi Maghribi (barat) dengan jenis-jenisnya: Qoyrawani, Andalusi, Fasi, dan Sudani. Barat juga menghasilkan Naskhi Andalusi dan Tsulust Andalusi. Tercatat pula kemunculan ornamen-ornamen dekoratif dengan simbol-simbol dedaunan (foliate), bunga-bungaan atau flora (floriate), anyaman dan gambar-gambar makhluk hidup (animate).
Dinasti Ilkan di Baghdad dan Persia (1265-1349 M) diwarnai dengan kemajuan tulisan Roihani dan Muhaqqaq yang dipakai untuk menyalin sejumlah mushaf Al-Qur’an. Demikian pula dinasti Mameluk di Mesir (1252-1517 M) dan dinasti Timur di Samarkand (1369-1502 M) yang getol memperkaya gaya-gaya tersebut dengan tambahan dekorasi serta ornamentasi dengan imbuhan warna-warna emas. Lalu pada masa dinasti Safawi di Persia (1502-1736 M), kaligrafer Taj Salmany menemukan gaya Farisi yang disempurnakan sebagai gaya Ta’liq oleh Abd al-Hayy. Tercipta pula gaya Nasta’liq karya Mir Ali Sulthan al-Tabrizi (w. 1916 M), dan gaya Sykastah ciptaan Dawisy Abd Al-Majid Al-Thaliqani. Sementara periode dinasti Turki Usmani di Turki (1281-1924 M) melahirkan kaligrafer-kaligrafer handal seperti: Syaikh Hamdullah Al-Amasi (w. 1520 M) yang menyempurnakan kaedah-kaedah sebelumnya dalam rumus-rumus baku, Hafidz Utsman (w. 1698 M) yang menemukan gaya Diwani Jali, Hamid al-Amidi (w. 1982 M), Hasyim Muhammad Al-Baghdady, serta kaligrafer tenar lain. Mereka  semua  telah  menulis  banyak  inskripsi,  mushaf  Al-qur’an  dan dekorasi-dekorasi yang menjadikan karya-karya  monumental dan memberikan 
kesan tulisan yang mengesankan dikalangan para pecinta seni kaligrafi.

Fungsi Kaligrafi


Fungsi Kaligrafi
Keindahan huruf dan struktur kaligrafi menjadikannya sangat berfungsi dalam kehidupan individu maupun dalam sosial. Di antara fungsinya dalam kehidupan individu adalah sebagai berikut:
1.    Kaligrafi merupakan salah satu sarana komunikasi dan pendekatan antar manusia, karena besarnya hubungan tulis-menulis antar mereka dalam segala lapangan kehidupan.
2.    Kaligrafi merupakan sarana mencari rezeki, mengingat bahwa ia adalah seni yang berbobot nilai tinggi dengan kedudukan puncak yang pernah dicapai para ahlinya (seperti jabatan Perdana Menteri). Bagi seorang fakir, kaligrafi adalah uang, bagi seorang hartawan, ia adalah keindahan.
3.    Kaligrafi memiliki fungsi khusus bagi para pecintanya yang merasakan kenikmatan ruhani saat mengolah dan menciptakan tulisannya yang diibaratkan dengan telaga dalam.
4.  Sebagian apresiator merasakan kenikmatan memandang dan menelaahnya karena adanya unsur-unsur estetis pada huruf-huruf dan harakatnya. Kaligrafi menarik ekspresi, dicintai kalangan-kalangan tertentu dan umum. Untuk itulah, sebuah karya selalu mendampingi mereka di rumah dan tempat-tempat mereka bekerja, bahkan kemanapun mereka pergi.
               Sementara, dalam kehidupan sosial berfungsi sebagai informasi, penghubung masyarakat yang merupakan bagian dari sarana peralihan kebudayaan dan peradaban, digunakan untuk penulisan mushaf Al-Qur’an, buku-buku pelajaran, majalah dan sebagainya.



ShoutMix chat widget